Aliran Air Hujan Tepi Jalan
Tahun ini, hujan tak kunjung reda.. Mei-ku, Juni-ku, Juli-ku
dan mungkin Agustusku pun basah terguyur hujan.. dan karenanya hampir setiap
pagi bau tanah basah mengiringiku berangkat bekerja menyeruakkan kerinduan akan
masa kecilku bersama perahu kertas dan aliran air hujan. Karenanya aku
bersyukur.
Zaman memang sudah berubah, kendaraan bukan lagi menghiasi
jalanan, namun memenuhinya hingga tak ada lagi ruang bagi anak-anak bermain
perahu kertas dialiran air hujan pinggir jalan. Hampir 12 tahun yang lalu,
jalanan belum semengerikan ini. Hanya ada beberapa mobil motor melintas didepan
rumah, sesekali becak dan sepeda. Saat hujan tiba, aku dan adik lelakiku yang
hanya terpaut dua tahun usia senang bukan main. Kami berlari mengambil jas
hujan kemudian membuat perahu kertas untuk kami adu di aliran air hujan tepi
jalan. Terkadang hanya dengan bungkus permen yang kami temukan. Ah zaman memang
sudah berubah.. bahkan air tetes hujan saat ini sudah penuh dengan polutan. Tak
tega melepas si bungsu, adikku tercinta yang sekarang masih duduk dibangku
sekolah dasar untuk bermain perahu kertas di aliran air hujan tepi jalan
seperti masa dua belas tahun silam.
Tahun ini, hujan tak kunjung reda.. membuat penjual jas
hujan senang bukan kepalang.. sesenang aku, dua belas tahun silam saat tetes
air hujan mendorong laju perahu kertasku. Hamas, adik lelakiku.. masihkah kau
ingat kenangan indah kita, anak sembilan puluhan yang bisa bermain air hujan
tanpa khawatir banyak sampah ikut terhanyut diantara aliran air hujan tepi
jalan ?
Karena aliran air hujan tepi jalan saat ini tak bisa lagi
untuk beradu perahu kertas, maka aku menulis ini untuk mengenangnya. Mengenang zaman
dimana manusia tak seserakah sekarang, tak seacuh sekarang dan tak seangkuh
sekarang yang tega membuang sampah sembarang.. yang tega menebang pepohonan
hingga tak lagi menjulang, yang tega menyesakkan jalanan dengan polutan –
polutan . Aku rindu aliran air hujan tepi jalan..