Thursday, February 05, 2015

Semangkuk Sarapan Cinta

Standard

Ini adalah hari ke 18 saya menjadi istri dari lelaki gagah bernama Dimastra Rijaluddin Rabbani. Kami menikah pada pertengahan Januari tepatnya tanggal 18 Januari 2015, dan sementara ini masih “nebeng” dirumah Ibu Bapak si Mas. Seperti kebanyakan istri, saya pun pada awalnya takut dan deg – degan bertemu Ibu mertua saya. Banyaknya cerita buruk tentang Ibu mertua versus menantu perempuannya, membuat saya waswas akan seperti apa kehidupan saya nanti setelah menikahdan mengawali pernikahan dengan hidup bersama Ibu mertua.

Hari ketiga setelah pernikahan, saya langsung diboyong suami dari rumah Umi Abi (orangtua saya) di Wonosari Gunungkidul ke rumah Ibu Bapak (orangtua Suami) di Sleman. Diluar dugaan, Ibu mertua yang tadinya saya takuti ternyata sangat baik dan lembut. Bahkan pagi hari pertama saya dirumah Ibu, meskipun malu malu saya sudah bisa ngobrol panjang lebar. Beliau sangat gemar memasak, dan tentu saja bisa memasak apapun ( sayur, lauk, kue kering, kue basah, berbagai macam minuman dsb) dua jempol untuk ibu deh..
 Seminggu pertama saya menjadi istri baru sekali saya memasak sendiri, itupun saat di rumah Umi, selebihnya terutama saat sudah di rumah ibu, saya hanya membantu mengulek atau mengupas bawang brambang sembari mengamati ibu memasak tentunya. Hingga usia pernikahan kami memasuki hari ke 12 dan si Mas tetiba mengabarkan via Whatsapp jika saya sudah punya dapur sendiri, dia memasang kompor gas, membeli regulator dan tabungnya. Perkakas memasak saya yang semula teronggok dikamar pun sudah dia bawa ke dapur. “Sudah bisa masak Nda” kata si Mas. Membaca Whatsapp dari si Mas, rasanya senang bukan main dan mulai sibuk berfikir mau masak apa, belanja dimana, dsb. Semacam ada ruh simbok simbok yang merasuki jiwa (lebay yak :v)

Nah, semenjak itu pula.. saya kemudian rajin ke dapur, terutama pagi hari saat memasak sarapan. Di pagi hari itulah saya memiliki waktu yang panjang untuk sharing dengan Ibu. Banyak hal yang kami obrolkan sembari meracik bumbu masakan masing masing. Pernah suatu pagi kami membahas soal KB, pernah pula soal tingkah polah anak anak jaman sekarang, pernah juga ibu bercerita sembari bernostalgia awal awal pernikahan Ibu Bapak dahulu, dan banyak hal lainnya. Dan tanpa disadari, waktu ngobrol inilah yang menjadi salah satu “Me Time” yang saya senangi, karena bersamaan dengan matangnya sayuran mentah menjadi masakan, begitu pula saya “mematangkan” diri sendiri.

Dan begitulah, obrolan ringan saya dan Ibu mertua setiap pagi menjadi awal yang baik untuk menyambut hari baru. Akhirnya, setelah ngobrol panjang lebar tersajilah semangkuk sarapan cinta untuk suami terkeren sedunia. Senangnya memiliki keluarga baru yang sangat baik. Terimasih Allah, Terimakasih Bapak Ibu :D .
Oia  satu lagi, si Mas adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Memiliki dua saudara perempuan dan tiga saudara laki – laki. Kebetulan yang menikah baru Mbak fifi ( Sulung Ibu ) dan si Mas, jadi masih ada 3 “lowongan” menantu putri Ibu dan satu menantu putra. Tertarik?

 *duuh baru sadar kalau belum punya satu pun foto hasil masakan dan foto bareng ibu. ini tidak berarti no pict hoax ya >.<*

0 komentar:

Post a Comment